Antara Habib dan Khalil, Mana yang Lebih Dekat?
Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang memiliki Khalil selain Allah, sementara beliau boleh memiliki Habib di kalangan manusia. Berikut diantara dalilnya,
[1] Dari Jundab radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
“Aku mendengar, lima hari sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, beliau pernah berpesan,
إِنِّى أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِى مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِى خَلِيلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِى خَلِيلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلاً
“Sungguh aku menyatakan kesetiaanku kepada Allah dengan menolak bahwa aku mempunyai seorang khalil di antara kalian, karena sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil sebagaimana Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil. Seandainya aku boleh menjadikan seorang khalil dari umatku, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalil.” (HR. Muslim 1216 & Ibnu Majah 146).
Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak boleh menjadikan manusia siapapun sebagai khalilnya, sampaipun orang yang terdekat, yaitu Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu.
[2] Dari Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَيْكَ
“Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling anda cintai?”
“Aisyah.” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Dari kalangan lelaki?” Tanya Amr.
“Ayahnya.” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Turmudzi 4260, Ibnu Hibban 7107 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Hadis ini menegaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh memiliki habib (kekasih) dari kalangan sahabatnya.
Hadis-hadis ini menjadi dalil pendapat sebagian ulama bahwa khalil lebih istimewa dibandingkan habib. Karena itulah, hanya ada 2 manusia yang diangkat oleh Allah sebagai khalilnya, Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad ‘alaihis shalatu was salam.
Allah berfirman,
وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
“Dan Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil.” (QS. an-Nisa: 125).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِى خَلِيلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil sebagaimana Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil.” (HR. Muslim 1216 & Ibnu Majah 146)
Keterangan ini menguatkan kesimpulan bahwa khalil lebih istimewa dibandingkan habib. (Raudhatul Muhibbin, hlm. 49)
Karena itulah, dulu para sahabat menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan khalil, dan bukan habib. Diantaranya,
[1] Pernyataan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu,
أَوْصَانِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم-: لاَ تَشْرَبِ الْخَمْرَ فَإِنَّهَا مِفْتَاحُ كُلِّ شَرٍّ
Khalilku (Nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadaku, “Jangan minum khamr, karena ini kunci semua kejahatan.” (HR. Ibnu Majah 3496 dan dishahihkan al-Albani)
[2] Pernyataan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ“Khalilku berwasiat kepadaku dengan 3 hal, agar jangan sampai aku tinggalkan sampai mati, ‘Puasa 3 hari tiap bulan…’ (HR. Bukhari 1178)
[3] Pernyataan Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,
أَوْصَانِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَسْمَعَ وَأُطِيعَ
“Khalilku berpesan kepadaku, agar aku mendengar dan mentaati pemerintah…” (HR. Ibnu Majah 2972 dan dishahihkan al-Albani).
Menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai habib kita, dibolehkan. Hanya saja, jika anda ingin memposisikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang yang lebih istimewa lagi, sebutlah beliau dengan khalil.
Beberapa redaksi bacaan shalawat, seperti,
اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَحَبِيبِنَا مُـحَمَّدٍ
Ya Allah, berikanlah shalawat dan salam untuk Nabi kita dan Habib kita Muhammad
Bisa kita ganti dengan yang lebih sempurna,
اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَخَلِيلِنَا مُحَمَّدٍ
Ya Allah, berikanlah shalawat dan salam untuk Nabi kita dan Kholil kita Muhammad
Demikian, Allahu a’lam. Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Referensi: https://konsultasisyariah.com/30922-hukum-tambahan-kata-habibunaa-dalam-shalawat.html
0 Comments:
Posting Komentar
Biasakan berkomentar dengan ilmu bukan dengan hawa nafsu