Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan perbuatan baiknya sebagaimana ia menyembunyikan perbuatan jahatnya. – Ibn Al-Qayyim.
Kalimat yang ditulis Ibnu Al-Qoyyim di atas merupakan gambaran bahwa sega perbuatan dan perilaku manusia ditentukan seberapa ikhlasnya seseorang menyandarkan segalanya kepada Allah
Ikhlas adalah kunci utama sebuah kebahagiaan, ikhlas tidak bisa dilihat atau digambarkan secara kasat mata, karena keikhlasan merupakan bagian terdalam dari jiwa manusia yang berhubungan erat dengan keimanan, hal ini sebagaimana di sebutkan dalam sebuah hadist
اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ, وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى, فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيْبُهَا, أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا, فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Sesungguhnya setiap amalan disertai niat. Dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia berhijrah kepadanya.[1]
Al Khatthabi berkata, “Makna hadits ini, keabsahan amalan dan keberadaan konsekuensinya ditentukan oleh niatnya. Jadi, sesungguhnya niatlah yang mengarahkan amalan.”[2]
Al-Hâfizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Makna al-a’mâlu bin niyât adalah amalan itu menjadi baik atau rusak, diterima atau ditolak, diberi pahala atau tidak, tergantung niatnya. Jadi, hadits ini menjelaskan tentang hukum syar’i yaitu baik buruknya suatu amalan terganutung baik dan buruknya niat.”[3] Oleh karena itulah, para Ulama salaf mengagungkan kedudukan hadits ini dan menyadari keagungan kandungannya. Dikisahkan, suatu ketika Yazîd bin Hârun menyebutkan hadits ini di hadapan Imam Ahmad rahimahullah, maka imam Ahmad berkata kepadanya, “Wahai Abu Khâlid leher ini (menjadi taruhannya).”[4]
(https://almanhaj.or.id/4258-ikhlas-dan-keutamaannya.html.).
Ikhlas ibarat biibit yang kita semai (ditanam semenjak kecil), yang setelah besar akan kita panen dengan hasil dan buah yang melimpah dan berasa lezat, itulah ikhlas, dan Allah subhanahuwat a'ala berfirman dalam surat al-Bayyinah
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allâh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus [al-Bayyinah/98:5]
0 Comments:
Posting Komentar
Biasakan berkomentar dengan ilmu bukan dengan hawa nafsu